Ya, game ini memang mengajarkan akan arti sebuah kehidupan.
Sudah seminggu berlalu semenjak Doki Doki Literature Club menghebohkan jagat maya. Orang berbondong-bondong mengunduh dan memainkannya. Ada yang memang menyukai novel visual. Ada yang hanya bermain untuk mengikuti tren. Ada pula yang penasaran akan seberapa menakutkan permainan yang terkenal akan “gantung diri”-nya ini.
Sebelum kita memulai game ini, ada sebuah pesan yang berisikan peringatan, menandakan betapa mencekamnya suasana dari permainan ini. Darah, glitch, dan kejutan-kejutan lainnya adalah suatu hal yang tidak dapat dinikmati semua orang. Mirisnya, mereka yang telah memainkan game ini justru membagikan bagian-bagian yang horor itu ke akun media sosialnya, sebuah konsumsi publik, di mana orang dapat melihatnya secara tidak sengaja. Ada pula yang malah menjadikan momen tewasnya Sayori sebagai foto profil! Peringatan di awal seakan tidak ada guna. Miris, benar-benar miris.
Karena itu, di artikel yang tidak singkat ini, penulis akan memaparkan sisi lain dari game ini, khususnya untuk Anda yang menganggap kematian Sayori sebatas guyonan semata. Padahal, secara tersirat, game ini justru mengingatkan khalayak ramai akan seriusnya masalah depresi dan bunuh diri.
Mengenal Depresi dari Sayori
Depresi datang dalam bentuk yang bervariasi. Ada yang depresi karena putus cinta. Depresi karena tidak mampu membayar hutang. Depresi karena hubungan keluarga. Depresi karena gagal dalam bersosial. Depresi karena kehilangan martabatnya. Ada pula mereka yang sejak lahir telah ditakdirkan untuk depresi.
Mereka yang depresi telah kehilangan semangat untuk hidup. Menurutnya, keberadaannya saja sudah merepotkan untuk orang lain. Akan lebih baik jika dirinya mati saja, toh mereka juga tidak akan peduli. Inilah sebabnya mereka yang depresi selalu tampak ceria di muka umum, padahal sifat ceria itu hanyalah topeng untuk menutupi sisi kelam dirinya, sama halnya dengan Sayori. Dalam halnya hanya terlintas dua pemikiran yang saling berhubungan: “Saya tidak mau merepotkan orang lain. Jika tidak, saya lebih baik meninggalkan dunia ini”.
Selain itu, mereka yang depresi sudah tidak peduli akan hidupnya. Terlambat ke sekolah, malas bersih-bersih, bahkan memotong rambutnya menjadi pendek karena malas merawatnya, adalah ciri-ciri Sayori yang sekilas tampak ceria namun sebenarnya tidak.
Perhatian Adalah Kunci!
Orang depresi sudah lelah mencari teman. Dirinya sudah menyerah dalam segala hal, sehingga keberadaan teman hanya membuat batinnya semakin runyam. Dirinya terus berusaha keras untuk menunjukkan citra baiknya, sembari menjaga agar dirinya tidak dipandang sebagai orang yang membebani mereka. Menceritakan tentang masalah hidupnya hanyalah hal yang sia-sia baginya. Padahal, perhatian dan kepercayaan dari orang adalah satu-satunya cara mereka untuk keluar dari penyesalan hidup.
Masalahnya, mereka yang depresi sudah lelah untuk mendapatkan perhatian itu. Mereka yang diharapkan, sulit mengerti akan masalah yang sebenarnya. “Cari yang baru apa susahnya?”, “Dunia tak hanya dia seorang!”, “Gitu aja kok bunuh diri?”, dan masih banyak lagi kata-kata yang keluar dari mulut mereka yang naif. Hal ini justru semakin melemahkan mentalnya.
Di sinilah Anda hadir untuk mereka, mereka yang membutuhkan sandaran hidup. Tidak usah muluk-muluk, perkenalkan diri Anda sebagai teman biasa. Banyak-banyak menghabiskan waktu bersama dengannya. Perlakukan dia seakan-akan dia adalah orang berharga bagi Anda. Melakukan hobi bersama, saling berbagi, bahkan kata-kata sederhana seperti “Sampai bertemu di sekolah besok!” sudah lebih dari cukup baginya untuk kembali memaknai indahnya hidup.
Ketika dia sudah semakin percaya dengan Anda, perlahan-lahan dia akan membuka dirinya. Di sinilah pentingnya peran Anda untuk menjadi pendengar yang baik, memberikan sejumlah masukan sambil memotivasi agar dia kembali bersemangat. Akan tetapi, motivasi yang berlebihan juga tidak baik, karena Anda dianggap tidak mengerti perasaannnya. Satu hal yang terpenting, jaga rahasia ini untuk kalian berdua. Jangan berpaling darinya, karena hal ini hanya akan melukainya lebih dalam.
Dari Siapakah Wejangan Ini?
Pembahasan tentang depresi dan bunuh diri sudah lama malang melintang di ranah maya. Penulis juga pernah mengalami masalah tersendiri tentang hal ini. Selain itu, penulis juga mendapatkan inspirasi dari seseorang yang tidak terduga, dan dia masih berada di dalam permainan ini. Siapakah dia?
Lah, bukannya dia secara tidak langsung membunuh Sayori?
Memang benar Monika memperparah depresi yang dialami Sayori, berujung dengan tewasnya Sayori di tiang gantung. Tetapi, Monika melakukan ini bukanlah tanpa alasan.
Jika ditelusur lebih dalam, sebenarnya Monika dan Sayori menghadapi masalah yang sama. Sebagai pendiri dan ketua dari klub sastra, Monika merasa dirinya diperlakukan tidak adil. Sayori, Natsuki, Yuri, semuanya mendapat rute. Hanya dirinya yang tidak. Alih-alih bunuh diri, Monika justru bertindak agresif “membajak” game ini dan “membunuh” tiga karakter lainnya, memastikan hanya Anda dan Monika yang tersisa. Anda adalah harapan bagi Monika untuk menjadi pelipur laranya.
Kasus serupa tidak hanya terjadi di game ini saja. 16 April 2007, seorang mahasiswa Korea bernama Cho Seung-Hui membantai 32 orang dan dirinya sendiri di Universitas Virginia Tech, Amerika Serikat. Diketahui dari catatan medisnya, Cho memiliki masalah mental dan kesulitan berbicara sejak kecil, membuatnya jadi bahan rundungan (bully) oleh teman sekelasnya. Sama halnya dengan Monika, Cho menjadi pendendam, gelap mata dan bertindak agresif.
Banyak pemain yang awalnya kesal dengan Monika, belakangan jadi kasihan kepadanya. Seruan Monika did nothing wrong kembali digaungkan, sama halnya dengan Naoka Ueno beberapa bulan yang lalu. Tetapi sekali lagi, dunia ini tidak hanya hitam dan putih. Sesuatu yang benar akan tampak salah di mata sebagian orang, begitu pula sebaliknya. Siapa yang salah? Siapa yang benar? Kamu yang menentukan.
Benar kan Monika… S.Psi.?
Tulisan ini adalah opini pribadi dari penulis, tidak mencerminkan pandangan umum Risa Media. Penulisan oleh Excel Coananda.