Pada mulanya, tak pernah terlintas di dalam benak penulis untuk menyaksikan Sora yori mo Tooi Basho. Alasan paling validnya kira-kira karena sudah ada judul-judul lain yang sepertinya lebih menarik untuk dinantikan, ketimbang anime yang satu ini. Sampai akhirnya, penulis memutuskan untuk menyaksikan episode pertama dari anime yang disingkat dengan judul Yorimoi ini. Setelah berada di akhir episode perdananya, saya mencium bahwa anime ini adalah anime yang sangat berpotensi untuk menjadi tayangan terbaik versi penulis dari anime yang tayang pada musim siaran Winter 2018.
Pertemuan yang tak Pernah Terduga Sebelumnya
Kita dipertemukan dengan Mari Tamaki (Kimari), siswi kelas 2 SMA yang ‘biasa’ saja, tetapi memiliki tekad dan ambisi untuk membuat masa SMA-nya menjadi luar biasa, dan penuh warna: salah satu tujuannya kini ialah berkelana sejauh mungkin. Sampai suatu hari, ia secara tak sengaja menemui peluang terbesarnya itu setelah menemukan amplop berisi lembaran fulus sebanyak satu juta yen milik Shirase Kobuchizawa. Ternyata, Shirase adalah seorang putri dari tim peneliti Antartika Takako Kobuchizawa, yang telah menulis buku Sora yori mo Tooi Basho, buku yang menggambarkan Antartika kepada Shirase, dan itulah motivasi terbesar Shirase yang saban harinya selalu memimpikan dan bekerja keras mengumpulkan uang agar dapat memenuhi satu harapan terbesarnya: menemui ibunya di Antartika. Dari sinilah, cerita kemudian berkembang pada episode selanjutnya, dan selanjutnya, bertemu dengan Hinata Miyake, pekerja paruh waktu yang memutuskan untuk keluar dari sekolahnya karena motif tertentu dan Yuzuki Shiraishi, aktris cilik yang sudah populer di mana-mana, tetapi tidak memiliki kebahagiaan yang dialami oleh gadis seusianya. Mereka berempat ditakdirkan untuk menjalani perjalanan bersama menuju ke tempat yang tak pernah mereka kunjungi sebelumnya, Antartika. Kisah suka dan duka pun mengalir mengiringi petualangan yang dikemas dalam anime orisinal ini.
Setiap Manusia Memiliki Masalahnya Masing-masing
Salah satu kunci mengapa anime ini bisa melebihi ekspetisi dari berbagai pencinta anime adalah penggambaran kekuatan persahabatan antar empat gadis ini yang begitu kuat hingga mampu mengundang decak kagum setiap orang yang menyaksikannya. Mereka memang berempat, tetapi sesungguhnya mereka adalah satu kesatuan yang sulit untuk terpisahkan. Mereka saling mengingatkan. Hal ini tergambar dalam adegan saat mereka di Singapura (episode 6), Hinata, dengan sebelumnya kehilangan paspornya, memutuskan ingin berangkat sendirian menyusul ketiga rekannya. Akan tetapi, plan ini malah ‘ditentang’ kuat oleh ketiga rekannya. Bagi mereka, jika satu orang terlambat, maka semuanya terlambat. Hal serupa kembali lagi di pengujung episode ke-9, saat mereka mencoba untuk memilih siapa di antara mereka yang pantas menginjakkan kaki terlebih dahulu di daratan putih penuh es Antartika, mereka akhirnya memilih satu opsi yang tak terduga bagi mereka sebelumnya: mereka melompat bersama, mereka serentak menginjakkan langkah mereka ke tempat yang ‘lebih jauh dari angkasa’ itu. Anime ini dengan briliannya ingin memperlihatkan bagaimana kekompakan itu tak akan pernah tercipta tanpa rasa saling percaya.
Lalu, bagian yang paling menjadi inti (bagi penulis) dalam anime ini adalah keempat gadis ini sama-sama memiliki masalah mereka sendiri. Kimari, Shirase, Hinata, dan Yuzu saling berbagi kisah pahit yang mereka alami di dalam kehidupan mereka sebelum pertemuan kencana yang mengantarkan mereka untuk saling memahami dan mencari jalan keluar terbaik bagi rekan mereka. Jujur saja, hal seperti ini semakin membuat saya bahwa Yorimoi bukan sekadar anime tentang asyiknya berkelana dan bersenang-senang semata, tayangan ini jauh lebih dalam dan lebih dalam lagi menggambarkan tentang perasaan para karakter yang ada di dalamnya.
Namun, tenang saja. Anime ini juga memiliki bagian yang akan membuat kita tertawa karena kelakuan konyol dari para karakter di dalamnya, tentunya akan sangat membosankan kalau nge-drama terus, ‘kan?
Faktor Pendukung
Kali ini, faktor suara musik latar belakang membuat atmosfer emosionalnya cerita Yorimoi semakin terasa dan membuat para penontonnya seolah-olah turut merasakan apa yang mereka berempat alami. Setiap episode, penempatan lagu sisipan selalu pas dengan adegan yang sedang terjadi, saat momen-momen puncak episode. Mengagumkan. Penempatan posisi dari para karakter juga menjadi kunci utama kenapa tayangan ini menjadi sangat indah.
Poin Kekuatan Tambahan: Beredukasi
Selain unsur emosionalnya, anime ini juga memiliki nilai unggul yang membuatnya cukup berbeda dengan anime lainnya. Banyak sekali unsur edukasi yang diangkat dalam Yorimoi, mulai dari tempat-tempat persinggahan jika Anda ingin bertualang ke kutub selatan, daerah-daerah kunci bagi para penelii di Antartika, hingga gambaran suasana Stasiun Syowa, tempat peneliti asal Jepang yang menghabiskan hidupnya untuk mengeksplorasi di Antartika, semuanya 100% benar-benar berdasarkan tempat di dunia nyata. Sebagai penguat, Yorimoi selalu menghadirkan wawancara dengan anggota JARE (Japanese Antarctic Research Expedition) setiap pekannya mengenai keseharian mereka menaklukkan cuaca ekstrem Antartika. Karenanya, anime ini sangat cocok disaksikan bersama keluarga Anda.
Penutup
Dengan tiga belas episode, dibuka dengan menghanyutkan dan ditutup dengan mengharukan, penulis secara pribadi memberikan nilai bagi anime ini dengan skor yang sempurna: 10/10. Semua unsur terpenuhi, jalan cerita yang bahkan pada saat mengantuk sekalipun cukup membuat mata terbelalak karena penyampaiannya yang tak dapat diduga. Sekali lagi, anime ini sangat direkomendasikan untuk kalian yang menikmati cerita gadis-gadis SMA berbumbu persahabatan, suka, duka, dan bagaimana mereka saling menenangkan dan mencari solusi satu sama lain. Oh iya, saat episode ke-12, saya benar-benar menangis saking begitu terasanya pesan yang dilukiskan dalam Yorimoi kepada penulis.
Terakhir, mudah-mudahan saja anime ini tidak ‘berhenti’ di sini: semoga ada kelanjutan kisah atau bisa saja spin-off dari Yorimoi suatu saat nanti, amin.
Tulisan ini adalah opini pribadi dari penulis, tidak mencerminkan pandangan umum Risa Media. Penulisan oleh Rahmat Maulana Koto.