Beberapa waktu silam, saya membaca buku Idols and Celebrity in Japanese Media Culture, kumpulan tulisan akademis tentang idol Jepang yang diedit oleh Patrick W. Galbraith. Tulisan-tulisan di sana membedah per-idol-an Jepang sejak dekade 1980an sampai AKB48, dan berhenti di generasi 48.
Sekarang, idol Jepang sedikit banyak berupa VTuber, didominasi oleh dua agensi: Cover (Hololive) dan Anycolor (Nijisanji). Ada perbedaan yang cukup signifikan di antara 'idol lama' dan 'idol baru' dan artikel ini bertujuan untuk menunjukkan 'perbedaan' terseubut.
Mengapa idol penting? Berbeda dengan popkultur Jepang lainnya seperti anime dan manga, per-idol-an merupakan masalah yang sangat serius jika dilihat dari segi ekonomi-politik. Berapa banyak uang yaang perlu dihabiskan untuk 'membuat' seorang idol, bagaimana hanya segelintir agensi yang menguasainya, dan bagaimana idol diperlakukan oleh industri maupun oleh konsumen—belum lagi urusan kesehatan fisik dan psikis dari para talent itu sendiri.
Mereka yang pernah berteman dengan setidaknya seseorang yang sungguh cinta mati terhadap para idol Jepang mengetahui seberapa pelik urusan ini. Setidak-tidaknya, fenomena jatuh hati yang sangat tajam berbeda dengan rasa suka terhadap aktor Hollywood ini mencerminkan apa yang (sedang) terjadi di generasi muda, dan bagaimana struktur ekonomi dan sosial kita diam-diam membolehkannya.
Idol Lama, Monopoli, dan Orang-orangan yang Bisa Dibentuk Kembali
Galbraith memulai koleksi tulisan itu dengan menjelaskan bahwa idol itu dibuat, bukan menunjukkan karya diri sendiri. Apa maksudnya? Jika anda seorang Youtuber dengan aspirasi tinggi, misalnya, anda akan membuat konten sendiri dan memasarkannya sebagai suatu hal menarik dan indah yang bisa anda bikin. Orang-orang kemudian punya pilihan, mereka yang tertarik atau mereka yang tidak tertarik dengan konten anda.
Idol tidak. Idol mengikuti audisi, melakukan hal-hal minimal seperti menyanyi dan menari, lalu dibuat oleh agensi siapa dia, apa talentanya, apa sifatnya dan ketertarikannya. Tidak peduli apakah orang itu sendiri betul-betul lemah lembut dan keibuan, tapi jika ternyata terdapat pasar besar dimana laki-laki mencari figur idol yang lemah lembut dan keibuan, maka dibentuklah ia sebagai seorang yang lemah lembut dan keibuan.
Maka idol terpisah dari orang di baliknya, sedangkan orang tersebut harus berperilaku, publik ataupun privat, sebagai idol. Terdapat 'kesan' atau image dalam bahasa Galbraith, di antara orang yang diidolakan dan orang yang mengidolakan. Kesan itulah 'idol'.
Terlalu sulit? Mari memberi contoh. Katakanlah terdapat seorang perempuan yang biasa saja, mampu menyanyi dan menari sebisanya. Aslinya, ia suka makan ramen yang pedas sekali, ikut gym dan bertinju, tertawa dengan kencang, dan selalu antusias ketika bermain di muka umum. Agensi kemudian memutuskan bahwa idol ini suka makan ramen yang pedas sekali, tapi badannya lemah dan perlu dijaga lelaki, tutur katanya sopan, tapi kadang-kadang tertawa kencang, meskipun jarang sekali. Fans menyukai figur yang dibuat oleh agensi ini: figur inilah idol.
Sepanjang buku tema ini akan muncul terus-menerus: idol adalah fantasi penggemar yang ditempatkan pada seseorang yang kemudian menjalankan kehidupan sehari-harinya bermain 'peran' tersebut. Melalui teknik pemasaran dan taktik pasar yang canggih (baca: penguasaan pasar lintas-sektor oleh beberapa pihak), agensi selalu muncul dengan idol baru yang memenuhi fantasi anak-anak muda di Jepang, mau itu laki-laki ataupun perempuan. Fantasi berupa karakter cewek yang imut, laki-laki yang romantis dengan laki-laki lain, pria paruh baya yang sensual, atau perempuan lembut dan penyayang: semuanya ada.
Hasil penelitian ini tidak mengejutkan bagi siapapun yang sendirinya atau temannya jadi fans JKT48. Mereka yang susah payah datang dari luar pulau untuk datang ke fx sudirman, misalnya. Atau menabung agar bisa bersalaman tangan selama 10 detik dengan member kesukaannya. Intinya: menjadi penggemar idol Jepang adalah dedikasi yang belum tentu bisa dimiliki semua orang.
Fitur lain yang membuat urusan per-idol-an ini menjadi lebih seram dan gawat adalah struktur ekonomi-politik di baliknya. W. David Marx, dalam artikelnya The Jimusho System: Understanding the Production Logic of the Japanese Entertainment Industry, menjelaskan bahwa para pemain bisnis idol adalah orang-orang itu saja, yang sudah bercokol di pasar industri Jepang sejak dekade 1980an.
Lebih-lebih, para pemain ini kemudian punya cara sendiri untuk mempromosikan idol mereka dan menjegal idol-idol lain lewat lisensi dan hak cipta. Dengan penguasaan semua lini pemasaran yang memungkinkan suatu grup idol agar dinikmati sebanyak mungkin orang, maka segelintir jimusho mengatur apa yang kita tonton dan dengar tanpa adanya perlawanan.
Idol lama dibentuk oleh entah siapa, dan secara esensial memisahkan orang yang diidolakan dengan yang mengidolakan: terbatas, murni, tidak tersentuh, lucu, imut, tidak bermasalah, dan biasa saja.
Idol Baru, Persaingan, dan Tidak Usah Ditonton Jika Tidak Suka
Pada tahun 2016, terinspirasi oleh AKB48, Motoaki Tanigo kemudian menciptakan agensi idol yang sama sekali berbeda: Hololive, dengan induk perusahaannya Cover Corporation. Tokino Sora tidak terlalu beda dengan para pendahulunya, tetapi para koleganya yang datang di kemudian hari menunjukkan identitasnya masing-masing: Fubuki yang gemar bermain gim dengan ekspresif dan Suisei dengan kemampuan vokal yang luar biasa.
Kata kunci di sini adalah identitas masing-masing: idol lama tidak menumbuhkan identitas masing-masing. Meskipun, tentu saja, para idol baru ini tetap membedakan fitur publik dan privat, namun mereka menumbuhkan sendiri fitur ini. Cover hanya mengarahkan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak, dan sampai hari ini aturan itu rasa-rasanya longgar sekali.
Idol lama sama sekali tidak boleh ditampilkan secara seksual. Beberapa kali anggota Hololive melakukan free chat stream dengan konten membahas konten pornografi kesukaan mereka dengan para fans. Idol lama tidak boleh pacaran: aturan emas yang lahir dari rasa 'kepemilikan' fans terhadap sang idol. Cover secara eksplisit mengatakan bahwa mereka tidak mengurusi urusan pribadi para anggotanya. Idol lama seringkali harus 'menahan diri' dan menjaga emosi maupun penampilan. Cabang Inggris dari Hololive betul-betul tidak peduli kalau kamu menganggap mereka terlalu kasar.
Terlebih, idol lama dicirikan dengan kemampuan mereka yang biasa saja. Dalam buku yang sama dicatat bahwa idol seringkali disukai karena kemampuan mereka sama seperti orang biasa—idol yang jago menyanyi akan dikatakan 'suaranya tidak seperti idol', karena terlalu handal. Sedangkan meskipun tidak semua anggota Hololive mampu menyanyi dengan baik, beberapa di antaranya seperti Hoshimachi Suisei memiliki suara yang luar biasa, menarik jutaan fans untuk mendengarkannya, persis karena mereka tahu mereka tidak akan pernah bisa menyanyi seperti Suisei.
Hololive juga tidak sendirian. Kalau misalnya orang bosan dan muak menonton para anggota Hololive, dan jelas banyak orang demikian, maka mereka tinggal pindah menonton agensi sebelah, atau Nijisanji, yang kelakuannya lebih-lebih. Beberapa anggota secara eksplisit menyatakan diri mereka telah melakukan kegiatan seksual sebelumnya, misalnya. Atau kalau bosan juga, mereka tinggal menonton mereka dari agensi yang lebih kecil seperti VOMS Project, VShojo, atau NoriPro. Intinya: saingan banyak, dan siapapun bisa jadi apa yang lebih kita kenal sebagai VTuber.
Kalau seorang idol baru diprotes oleh fansnya yang tidak suka konten mereka atau perilaku mereka, ia hanya akan menjadi bulan-bulanan tertawaan oleh idolanya sendiri sekaligus fans fans lain. Lah, ngatur amat! Di zaman idol baru, mereka punya kehidupan sendiri, standar sendiri, dan kreativitas sendiri: kalau kamu tidak suka, ya tidak usah menonton. Hal-hal ini sungguh tidak bisa dibayangkan di era idol lama yang harus minta maaf kalau mereka yang jadi korban kasus kekerasan dan pelecehan oleh fans.
Idol baru dibentuk bersama: oleh talent, agensi, dan penggemar, dan mengaburkan batasan antara orang yang diidolakan dengan yang mengidolakan: bebas, kasar, eksplisit, bertalenta, kontroversial, dan meledak-ledak.
Antara Idol, Agensi, dan Penggemar
Meskipun tulisan ini disusun untuk mengkontradiksikan idol lama dan baru, tentu saja banyak juga permasalahan dari idol zaman baru ini. Situs ini penuh dengan komplain-komplain itu: mulai dari Anycolor yang mengelola bisninsya dengan kejam sampai ketidakbecusan Cover mengurus insiden Haachama-Coco dan Mano Aloe. Fans baru juga hanya sedikit lebih baik daripada fans lama, namun masalah-masalah seperti keterikatan yang tidak berdasar (parasocial relationship), tuntutan yang tidak jelas, dan perilaku yang ngawur, masih banyak bertebaran setiap harinya.
Namun rasa-rasanya penting mengingat bahwa idol baru secara struktur dan performa jauh, jauh berbeda dari kancah idol lama. Tidak ada yang bisa menekankan perbedaan ini dari hilangnya golden rules: anda kini hanya akan ditertawai kalau menuntut VTuber kesukaan anda tidak boleh berpacaran. Ekspektasi kita terhadap para idol dan ketidaksukaan kita pada agensi ketika mereka berbuat salah alih-alih langsung mengiayakan pernyataan resmi mereka adalah hal-hal yang betul baru dalam kancah per-idol-an Jepang, dan bohong rasanya jika tidak mengatakan bahwa ini adalah sebuah kemajuan.
Ketika saya selesai membaca buku itu dan bersiap membaca literatur lainnya tentang idol, ramai protes tentang salah satu VTuber lokal yang berkata kasar saat stream. Mungkin itulah pendorong artikel ini: mengingatkan kita bahwa sisa-sisa kultur idol lama masih ada di sekeliling kita. Dari drama-drama yang ada, masih banyak orang yang mengira idol baru ini tidak boleh berpacaran, atau harus terus perform untuk fans tanpa rehat, harus sopan santun dan bersikap baik, dan lain sebagainya.
Bagi saya, semakin cepat kolaps dan hancurnya kancah idol lama dengan monopoli bisnis dan manajemen talent yang menghasilkan hiburan yang dibersihkan (sanitized) dan dikebiri (neutered) dari apapun yang menyenangkan dan menghebohkan demi konten yang aman dan tentram, semakin baik. Dalam prosesnya ia akan digantikan dengan lingkungan baru yang saling bertarung antara talent, agensi, dan fans, dan di masa-masa berebut pengaruh ini, semoga budaya idol lama tidak pernah sekalipun memiliki pengaruh baru.
Dalam manga yuri berjudul Maitsuki, Ooyatsuki, Niwatsuki, karakter Miyako pensiun cepat dari dunia idol. Alasannya? Agensinya membentuk image 'Miyako' yang rapi, formal, dan tertib. Tingkat penggemar langsung meningkat, tapi lama kelamaan Miyako yang santai dan agak lamban diminta berperilaku sebagai 'Miyako' setiap hari, termasuk cara berpakaian. Lama kelamaan ia berpikir—siapa 'Miyako' ini? Dan ia akhirnya mengundurkan diri dibantu teman-temannya yang memiliki koneksi kuat, dan berhasil. Kalimat terakhir ini paling mencerminkan dunia nyata: kontrak idol tidak bisa serta-merta diputuskan jika sang talent tidak mau karirnya betul-betul tiba-tiba habis.
Ada banyak kontroversi yang menyertai VTuber, dengan segala penolakan dan kebencian dan mengiringinya. Namun bagi saya, tabrakan antara kejujuran kreator dan kejujuran penggemar jauh, jauh, jauh lebih baik dibandingkan apa yang dialami Miyako dan banyak idol lainnya. Mereka yang harus menahan diri di balik layar dan bertahan dengan personanya, menambah pundi-pundi agensi dan membangun rasa kasih sayang yang tidak berguna di hati para lelaki dan perempuan muda yang kesepian, membentuk diri menjadi komoditas yang bisa sewaktu-waktu berubah untuk dijual lagi.
Tidak ada yang diuntungkan dari struktur ekonomi-sosial idol lama, kecuali profit segelintir agensi yang tidak mementingkan idol, tidak juga mementingkan fans, dan hanya mementingkan keuntungan sendiri.