Kita sudah berada di penghujung tahun 2019. Tahun depan 2020, tak terasa dekade berganti. Selama 10 tahun terakhir, ada banyak hal yang telah terjadi, tetapi luput dari ingatan. Banyak hal-hal yang tenar secara instan, lalu mendadak hilang tak lama setelahnya. Batu akik, tahu bulat, es kepal milo, fidget spinner, dan masih banyak lainnya.
Ketika laman lain sibuk membahas “literasi meme” ala Eno Bening, penulis akan mengulas kembali segala cerita di tahun 2010 hingga 2019 ini. Sebagian mungkin kalian sudah lupa. Namun, bagian yang terlupa inilah yang harus kita telaah lebih lanjut, agar nantinya tidak jatuh dalam lubang yang sama.
Di Dunia (Hiburan) yang Keras Ini
Sebagai permulaan, mari kembali ke tahun 2010 dan 2011. Gasing besi dari Jepang dan kartu duel monster masih menjadi mainan favorit anak wong sugih. Ranah YouTube masih belum umum, tetapi dari sinilah ketenaran sebagian orang bermula.
Sinta-Jojo dan Norman Kamaru menjadi pembuka jalan. Keduanya sama-sama melakukan video lipsync, satu lagu Keong Racun dan satunya lagi Chaiya Chaiya. Mereka tenar instan. Namanya dibicarakan di mana-mana. Mereka diundang ke layar kaca. Apapun yang dilakukannya selalu mendapat perhatian publik.
Sayangnya, semua itu hanya bertahan beberapa bulan saja. Orang-orang mulai melupakan mereka. Karena orang sudah melupakan mereka, stasiun televisi tidak punya alasan untuk kembali mengundang mereka. Mau kembali bekerja, diberhentikan secara tidak hormat karena lalai.
Media massa kembali mengekspos ketidaktenaran ini setelah sekian lama, tetapi dengan nada sinis. “Masih ingat dia? Lihat sekarang dia bagaimana”, kurang lebih seperti itu isinya. Warganet yang dulu mengelu-elukan mereka, kini menertawakan mereka. “Salah sendiri terlena dalam ketenaran, padahal semua itu hanya sementara”, begitu kata mereka. Mereka hanya menertawakan, tanpa mengambil pelajaran berharga dari kasus yang ada.
Oh iya, 2013 juga ada video Arya Wiguna marah-marah dengan Eyang Subur. Polanya masih sama. Tenar, ada di mana-mana, dilupakan, kemudian diangkat kembali oleh media beberapa tahun kemudian dengan nada sinis. Sejarah kembali terulang.
Ya, setidaknya mereka masih berusaha untuk bangkit. Tidak seperti Balthazar Bratt (Despicable Me 3) yang tersakiti dan menjadi orang jahat.
Boleh Aja Tenar, Tapi…
Tidak, tidak ada salahnya menjadi orang terkenal. Ada kok orang terkenal yang terus diingat meskipun sudah lewat lama zamannya, seperti Freddie Mercury, Keanu Reeves, Agnes Monica, atau Mariya Takeuchi.
Mereka bukan orang yang mengharap tenar. Mereka hanya melakukan apa yang senang mereka lakukan. Kebetulan, apa yang senang mereka lakukan ini dapat membawa uang dan ketenaran. Mereka benar-benar membangun karir mereka dari yang terbawah hingga menjadi seperti saat ini.
Manusia memang gudangnya salah. Sesekali apa yang mereka lakukan menjadi kontroversi. Tetapi mereka juga sudah siap akan hal itu dan tahu cara menanganinya. Mereka benar-benar berusaha untuk menjauhi hal-hal yang kontroversial. Singkatnya, mereka siap tenar.
Ketenaran Adalah Investasi
Dekade 2010-an juga membawa nama-nama baru dalam dunia hiburan lokal. Ruben Onsu, Raffi Ahmad, hingga mereka yang tenar di ranah maya seperti Reza Arap dan Atta Halilintar. Hiburan mereka memang tak sesuai dengan selera tinggi kalian. Terkadang mereka membuat sejumlah kontroversi, not to mention film superhero bayi yang mendapat rating 1,4 di IMDb. Tetapi sesungguhnya, ini adalah bagian dari rencana mereka.
Keempat orang di atas sadar betul bahwa ketenaran hanya sesaat. Ada masa di mana orang yang pernah tenar dilupakan, meskipun tak secepat mereka yang tenar instan. Tak heran, kalian sering mendengar kabar artis yang membangun usaha. Sebagian gagal, tapi tak sedikit pula yang berhasil.
Ruben Onsu mendirikan Ayam Geprek Bensu. Karena ketenaran pendirinya, ayam geprek yang dibawakan pun ikut naik daun. Melihat potensi ini, orang latah berbondong-bondong mendirikan bisnis ayam geprek. Tetapi, Bensu tidak dilupakan karena ia adalah trendsetter.
Hal yang sama juga berlaku pada Raffi Ahmad dengan snack yang memuat foto keluarganya, Atta Halilintar dengan brand fashionnya, atau Reza Arap dengan warnetnya. Last but not least, ada Kaesang Pangarep dengan pisang gorengnya, membangun brand dengan memanfaatkan sorotan dari ketenaran bapaknya, orang nomor satu di Republik ini. Mereka menjadikan ketenaran yang sesaat ini sebagai bentuk investasi.
Don’t Make Stupid People Famous?
Warganet seringkali berkata demikian. Jangan membuat orang bodoh tenar, karena ia memanfaatkan sorotan publik kepadanya untuk menaikkan pamornya. Tak jarang, orang bodoh ini memainkan kartu play victim, seolah-oleh ialah pihak yang tertindas. Diserang pun mereka tak takut, ada white knight yang siap membelanya tanpa pamrih.
Maaf kata, saya tidak takut dengan pernyataan di atas. Lagipula, orang yang tenar instan akan jatuh instan pula. Orang yang play victim dan menggerakan white knight ini sedang berleha-leha di atas sorotan publik, tanpa memikirkan jangka panjangnya. Namanya ternodai. Pamornya suatu saat akan menurun. Kejadian ini bukan sekali dua kali terjadi.
Mari kita bernostalgia sekali lagi, ke tahun 2016. Selain drama maskot KOI, ada lagi satu kasus yang menghebohkan ranah maya. Laurentius Rando, seorang beatboxer kondang, menjadi bulan-bulanan karena menjual barang pemberian penggemar.
Di tahun 2017 hingga 2018, gantian Ericko Lim yang menjadi sorotan. Tindakannya menciptakan istilah “wibu bau bawang”, merobek poster di Comifuro, dan masih banyak lainnya. Warganet membencinya, tetapi banyak juga yang membelanya. Baru tahun lalu, ia merendahkan Reza Arap dalam lagunya. “Ini bukan era lo lagi”, dengan sombongnya ia berkata.
Roda memang berputar. Reza Arap kini disanjung, bahkan membuka warnet. Ericko Lim malah tenggelam pamornya, lalu masuk penjara karena narkoba. Sungguh, mereka tak belajar dari sejarah.