Sekitar pukul 11 malam, LINE Group Tim Risa Media memberikan notifikasi berserta isinya, “Moccatune ngerilis single baru nih, ada yang mau review ngga?”. Karena secara pribadi penulis seorang penikmat music, dan setelah mendengarkan beberapa detik awal rasanya bakal suka, penulis mengambil tawaran salah satu anggota tim Risa Media.
Hai hai Riscomrades! Tanpa basa-basi lagi, hari ini Risa Media akan coba membuat review single yang dirilis oleh salah satu circle local, yaitu Moccatune! Dimana beberapa waktu yang lalu Risa Media berkesempatan untuk mewawancarai.
Kali ini penulis akan membahas single terbarunya yang berjudul, “Lelah”. Sama seperti single pertama mereka, “Tentangmu”, Moccatune menyajikan lagu dengan alunan nada yang santai dan mudah untuk diikuti, atau lebih dikenal sebagai easy-listening.
Faktor pembeda utama antara kedua single ini adalah liriknya,
“Lelah menghadapi kamu yang begini…”
“Lelah” dimulai sengan sebuah kalimat yang mengimplikasikan lelahnya seorang remaja wanita dengan perilaku pacar atau kekasihnya. Hal ini diperjelas dengan lirik yang datang selanjutnya,
“Saat segalanya kukira akan baik saja
Saat kukira kita akan selalu bersama
Tetapi nyatanya, apa yang kita rasa berbeda
Dan semakin jelas terasa akhir kisah kita”
Berbeda dari “Tentangmu” yang menggambarkan perilaku optimis sepasang remaja SMA, “Lelah” justru menggambarkan akhir kisah cinta sepasang kekasih.
Dalam hal ini, penulis suka dan sering mendengarkan lagu tentang pedihnya cinta, khususnya beberapa dari Toyama Mirei, Maco, dan WHITE ALBUM. Karena itu, beberapa perbandingan dan kritik akan berdasar pada lagu-lagu mereka.
Menurut penulis, lirik yang dibawakan Moccatune pada single kedua ini terlalu repetitif. Uniknya, sebenarnya tiap kalimat hamper berbeda, dengan pengulangan yang cukup jarang. Hanya saja, kata ‘lelah’ terlalu sering muncul sebagai kata pengawal, yang muncul 14 kali sepanjang lagu, menjadikan single ini terkesan repetitif.
Tanpa lirik, lagu ini sangat cocok sebagai teman belajar, ngopi, atau bahkan lagu pengantar tidur. Komposisi yang dibawakan oleh sato berhasil membawa single ini ke level yang cukup tinggi.
Bagian paling awal dari “Lelah” mengingatkan penulis terhadap “Sorairo Days”, hanya saja lebih pelan dan soft. Selain itu, alunan nadanya mengingatkan penulis terhadap beberapa lagu milik Toyama Mirei, khususnya, “Kimino Suki na Uta”. Bukan berarti komposisi Moccatune terasa seperti plagiat, hanya saja itu yang dirasakan penulis saat mendengarkan “Lelah” untuk artikel ini.
Untuk vocal sendiri, penulis secara pribadi beranggapan bahwa vocal yang dibawakan oleh umu terkesan tipikal vokalis Indonesia, masih kurang natural dan belum bisa membangkitkan emosi yang ingin ditunjukkan oleh liriknya.
Sebagai contoh, “Twinkle Snow” di anime dan visual novel WHITE ALBUM 2 berhasil membuat penulis merasa semua emosi sakit dan pedihnya cinta yang bertepuk sebelah tangan karena pembawaan oleh Ueda Rena yang terkesan sangat natural dan mendalami peran yang dibawakan. Mengingat ini adalah single kedua Moccatune, penulis harap kedepannya umu bisa lebih menjiwai dan menempatkan diri lebih dalam di kisah yang dibawakan oleh lagu.
Akhir kata, apabila Moccatune merilis lagu ini dengan lirik yang lebih dalam, atau mungkin akan merilis versi instrumental-nya, penulis dengan suka hati akan memasukkan lagu ini kedalam playlist sehari-hari untuk santai dan belajar.
Kedepannya, penulis berharap agar Moccatune bisa berkembang lebih jauh lagi, dengan lagu yang santai seperti kedua single yang telah dirilis saat ini. Penulis yakin Moccatune akan mendapatkan fans yang banyak dan menjadi salah satu pemain utama di dunia musik dojin Indonesia!