Enam tahun sudah semenjak 2007 berlalu. Sebagian besar kartun anak sudah menyingkir dari televisi nasional. Boyband dan girlband ala K-Pop tengah naik daun. Meskipun demikian, budaya jejepangan tidak mati begitu saja. Tahun 2013, sebagian anak muda yang tersisih dari pergaulan menemukan jalan ninjanya sebagai otaku.
Secara garis besar, sejarah perwibuan di masa ini sudah pernah saya bahas di artikel ini. Namun, kali ini penulis akan lebih mendalami dari sisi personal. Bagaimana kehidupan penulis pada masa itu, saat dipertemukan kembali dengan anime?
Tahun 2012, Saat Anime Menjadi Mainstream
Ya, sejumlah orang telah menyukai anime sebelum masa ini. Mereka bergabung dalam berbagai komunitas dan forum. Ada yang menjadi fansub, ada yang berkembang menjadi media, dan ada pula yang menggelar acara. Pengetahuan mereka akan anime tidak sekadar yang ditayangkan di televisi lokal.
Seperti yang telah dibahas di artikel sebelumnya, Sword Art Online menjadi katalis perkembangan budaya jejepangan di Indonesia. Tidak semua dari mereka menonton SAO, tetapi mereka terkesima akan vibe yang dibawanya. Selain SAO, K-ON dan Vocaloid juga memantik gelora budaya moe, “cute girls doing cute things”.
Budaya meme yang pertama merebak di Indonesia tahun ini juga turut andil dalam menggiring anak muda menjadi otaku, sebutan untuk penggemar jejepangan di masa itu.
Download atau Streaming?
Meskipun hanya berjarak enam tahun, kehidupan di tahun 2013 sudah jauh berbeda dibanding 2007. Koneksi Internet 1 Mbps sudah menjadi hal lumrah, baik di rumah maupun di ponsel. Smartphone Blackberry masih ramai digunakan, meskipun sebagian orang sudah beralih ke iPhone atau Android. BBM masih ramai digunakan sebagai sarana komunikasi.
Dengan koneksi Internet yang sudah lumayan mumpuni, mengunduh anime bukan lagi proses berminggu-minggu seperti dahulu, melainkan hanya hitungan jam. Sebagian wibu ada yang mengunduh anime ini dari situs fansub, kemudian menyimpannya di hard disk eksternal.
Adalah sebuah kebanggaan jika kamu punya hard disk eksternal penuh dengan anime. Meskipun demikian, mereka tidak kikir. Mereka membagi-bagikan berkas anime tersebut ke teman-temannya, agar mereka dapat menonton dan mendiskusikan anime bersama-sama.
Tidak semua wibu punya hard disk eksternal. Ada pula wibu yang malas mengunduh anime hanya untuk ditonton sekali dan didiamkan begitu saja. Mereka menonton anime secara streaming. Tidak perlu download, tetapi butuh koneksi internet yang cepat dan stabil agar tidak buffering.
Untungnya, persoalan download vs streaming ini tidak sampai jadi perdebatan yang berarti. Semuanya tergantung pilihan kalian.
Animax, Sebuah Privilese Menonton Anime
Sebelum membahas anime yang populer di masa ini, mari kita membahas sejenak tentang Animax. Inilah satu dari sekian dikit tempat di mana anime tayang di televisi, di saat Spacetoon telah berganti menjadi NET. Menonton Animax memanglah sebuah privilese, di mana kalian harus terlebih dahulu berlangganan TV kabel untuk menontonnya. Meskipun berbayar, kanal ini menyediakan berbagai macam anime menarik untuk ditonton.
Sebagian besar anime yang penulis tonton di masa ini tayang di Animax. Ada K-ON, Accel World, Kill Me Baby, Sket Dance, Little Busters, dan yang paling disuka, Hayate no Gotoku. Anime ini memuat semua hal yang elitis benci dari sebuah anime. Harem, beta male, blonde loli tsundere, idol, tapi entah kenapa saya suka. Ceritanya ringan dan mudah diikuti.
Waifu saya selama 2013 adalah Hinagiku Katsura, ketua OSIS-nya. Salah satu dari tiga orang asistennya bernama Risa, yang berakhir menjadi asal usul nama karakter Risa Comics, dan kemudian Risa Media.
Tahun 2012-2013, Otaku Nonton Anime Apa?
Sekarang, waktunya membahas anime yang berada di luar Animax. Ada banyak tentunya, tetapi penulis akan membahas beberapa saja yang populer.
Bicara soal tontonan otaku tahun 2013, tentu kita akan membahas sedikit tentang tontonan di akhir 2012. Selain SAO tentunya, ada Chuunibyou Demo Koi Ga Shitai, selanjutnya disebut Chuunibyou saja. Anime ini bercerita tentang Yuuta Togashi, siswa SMA yang pernah berdelusi mempunyai kekuatan magis sejak kelas 2 SMP.
Meskipun secara cerita terbilang biasa saja, anime ini menjadi tonggak sejarah perwibuan di Indonesia. Pertama, anime ini memantik perang waifu pertama setelah kebangkitan jejepangan 2012. Di satu sisi, ada Rikka Takanashi, siswi SMA yang mengenakan penutup di salah satu matanya. Di sisi lain, ada Shinka Nibutani, waifu onee-san yang ternyata juga mengidap chuunibyou. Masih ada Sanae Dekomori dan Kumin Tsuyuri, tetapi dua nama di atas yang menjadi rebutan otaku di masa itu.
Kedua, dan yang paling penting, bapaknya Yuuta kerja di Jakarta. Di musim keduanya, mereka menggambarkan Jakarta dengan sangat akurat, lengkap dengan bajaj, taksi Blue Bird, dan Transjakarta. Inilah momen yang tepat untuk membuktikan bahwa otaku tetap berjiwa nasionalis dan cinta tanah air!
Ingat anime tahun 2013 tidak lengkap kalau tak ingat Shingeki no Kyojin, atau kadang disebut Attack on Titan. Rasanya tak perlu penjelasan panjang lebar, sebagian dari kalian pasti menonton anime ini. Diskusi anime ini merebak di berbagai forum dan grup anime. Festival anime penuh dengan merch Shingeki no Kyojin. Lelaki menjadi Eren atau Levi. Perempuan menjadi Mikasa, Hanji, atau Sasha. Lagu-lagu Linked Horizon didengarkan berjuta pasang telinga. Semuanya demam Shingeki no Kyojin.
Menutup tahun 2013, ada Kyoukai no Kanata. Tak banyak yang bisa dijelaskan dari anime ini, tapi ada satu yang memikat mata. Mirai Kuriyama, dengan rambut pendek dan kacamatanya, sanggup “menyihir” wibu agar mempunyai fetish megane. Bisa saja Kyoto Animation, mendesain karakter yang memikat mata juga hati.
AFAID, Danny Choo, dan Mirai Suenaga
Anime Festival Asia memang sudah meninggalkan Indonesia sejak 2018. Namun, pada masa awalnya, event ini menjadi salah satu yang paling ditunggu-tunggu.
Anime Festival Asia pertama hadir di Indonesia tahun 2012. Harga tiketnya dulu Rp 65.000, termasuk mahal, bahkan di masa itu. Meskipun mahal, menghadiri AFAID adalah ritual wajib seorang otaku di tahun 2012 hingga 2015. Selalu ada hal baru yang dihadirkan di AFAID di masa-masa awalnya, membuat kehadiran AFAID menjadi sesuatu yang terus dinanti-nanti setiap tahunnya. Banyak event anime selanjutnya terinspirasi dari semangat AFAID ini, tentu dengan segmentasi pasar yang berbeda.
Ingat AFA, ingat Danny Choo. Anak desainer sepatu terkenal ini memilih untuk banting setir menjadi otaku sejati. Ia meluncurkan Culture Japan, sebuah program untuk memperkenalkan budaya pop Jepang pada dunia. Maskotnya, Mirai Suenaga, menjadi salah satu karakter yang paling diingat pada masanya.
Mau beli merchandise Mirai Suenaga? Siap-siap makan nasi garam untuk seminggu ke depan. Kausnya saja dibanderol dengan harga Rp 300.000!
Elitisme? Belum Saatnya!
Elitisme di dunia jejepangan sebenarnya sudah ada lama sebelum 2012. Mengingat lingkup komunitasnya yang masih kecil, ulah elitis anime tidak sampai membesar.
Kembali ke masa-masa 2012 dan 2013, sebagian besar otaku di masa ini masih belum terpapar elitisme. Istilah wibu sama sekali belum ada di masa ini. Para penggemar anime masih bangga mengakui dirinya sebagai otaku. Mereka dapat berekspresi dengan bebas, mengklaim waifu dan mengandai-andai seperti Kirito, tanpa harus dikorek dan diwartakan aibnya oleh badan pengawas wibu. Belum ada kata-kata selera rendahan, setidaknya di khalayak ramai.
Usia semakin tua. Sebagian wibu mulai meninggalkan kewibuannya. Meskipun demikian, menjadi otaku, khususnya pada tahun 2013, adalah sebuah fase hidup. Tempat bernaung di saat orang lain menjauh, dengan orang-orang yang ramah dan saling mengerti.