Pernahkah kita sejenak berpikir bahwa negara-negara di Asia Timur memiliki kebudayaan yang mirip satu dengan lainnya, entah itu Tiongkok, Korea, bahkan Jepang?
Tentu di balik dari kenyataan itu, semua pasti terdapat sebuah alasan dan sebab yang melatarbelakangi kemiripan budaya di dalam ketiga negara tersebut yang saling berkaitan dan bersumber pada satu wilayah yang memiliki sumber peradaban terbesar menyaingi Yunani, Mesopotamia, bahkan Nil atau Mesir Kuno sekalipun, yaitu Tiongkok.
Lantas, bagaimana Tiongkok dapat memengaruhi sebuah negara hingga sampai menjadi kebudayaan yang tertaut di negara itu? Mari kembali mundur beberapa abad untuk mencari tahu alasannya!
Kejayaan Dinasti Tang
Tiongkok sendiri mengalami berbagai macam dinamika politik dalam perjalanan sejarahnya sehingga tentu akan ditemukan suatu titik keemasan dari peradaban. Salah satunya pada masa ini di mana perkembang budaya-budaya melaju pesat menghasilkan suatu produk atau pemahaman baru.
Dinasti Tang yang meneruskan kebudayaan sebelumnya berupa keramik, batu giok, ditambah saat itu baru saja dibuka Jalur Sutra yang menghubungkan daratan Tiongkok dengan negeri-negeri lainnya serta komoditas emas dan perak yang diedarkan ke luar Tang semakin menguatkan perekonomian Tang saat itu.
Selain dari kekuatan ekonomi, wilayah Dinasti Tang yang hampir menyamai luasnya Dinasti Han dapat diartikan juga memiliki penduduk yang banyak. Dari sanalah, Dinasti Tang memperoleh pasukan militer dari kebijakan wajib militernya ditambah pada masa dinasti ini seleksi terhadap pejabat pemerintahan dan militer dilakukan secara ketat sehingga yang dapat mengisi hanyalah golongan cendekiawan yang dinyatakan lulus ujian seleksi kekaisaran.
Paduan kesuksesan ekonomi dengan golongan cendekiawan menghasilkan pembangunan-pembangunan dalam negeri yang begitu masif terutama di ibukotanya yaitu Chang An. Salah satunya muncul ciri khas bangunan dari Dinasti Tang dan pesatnya ajaran Konfusianisme dan Buddhisme akibat pengaruh dari golongan cendekiawan yang mempelajari aliran tersebut.
Selain itu, Dinasti Tang mempunyai karakter khusus yaitu ramah serta terbuka terhadap orang luar, di mana hal itu sangat jarang ditemukan di dinasti-dinasti Tiongkok.
Negeri-negeri dari seluruh dunia mengirim diplomat dan golongan cendekiawannya untuk mempelajari kebudayaan Tiongkok, dan Dinasti Tang menerima pertukaran ekonomi dan pertukaran religius, sehingga lebih dari 400 negara telah mengirim persembahan kepada kaisar Tang, Â dan lebih dari 100.000 orang asing pernah tinggal di Chang An itu sendiri.
Kentoshi: Pengaruh Budaya Tiongkok terhadap Jepang
Kentoshi merupakan misi formal yang diselenggarakan oleh Istana Kekaisaran pada awal Zaman Nara menuju Chang An yang merupakan ibukota dari Dinasti Tang bertujuan untuk tujuan perdagangan, dan untuk mempelajari, mengadaptasi, dan mengadopsi teknologi Tang, sistem hukum, sistem politik, dan sejenisnya.
Misi tersebut mewakili elemen utama dari keterlibatan Jepang dalam perdagangan dan pertukaran Jalur Sutra, di mana ide dan objek yang tak terhitung jumlahnya diperoleh, dan yang berkontribusi pada banyak perkembangan mendalam dengan membawa para cendekiawan Jepang untuk mempelajarinya selama lebih kurang 30 tahun menetap.
Sebelumnya, kebudayaan Tiongkok bukanlah yang pertama kalinya masuk ke Jepang pada masa Dinasti Tang.
Sebuah konflik yang disebabkan oleh ekspansi Tiongkok pada masa Jomon, sekitar 400 SM, menyebabkan migrasi massal ke Jepang. Para migran ini terutama berasal dari Semenanjung Korea dan Tiongkok Selatan, yang membawa "tembikar, perunggu, besi, dan teknik pengerjaan logam yang lebih baik", yang membantu meningkatkan peralatan pertanian dan persenjataan yang sudah ada sebelumnya.Pengaruh Tiongkok sebagian besar datang melalui laut, tetapi juga melalui Korea.
Kembali kepada misi Kentoshi ini bertujuan sebagai sebuah pengakuan politik Jepang terhadap Tiongkok saat itu demi mencapai hubungan dagang yang stabil antara kedua negara. Perjalanan misi yang sering mengakibatkan timbulnya juga sebagai ranah pertukaran budaya yang lama kemudian menjadi sebuah misi mempelajari budaya dan sistem pemerintahan Dinasti Tang yang nantinya akan diterapkan di ibukota baru yaitu Nara oleh Kaisarina Genmei yang berusaha menjadikan Nara seperti pesatnya kondisi di Chang An.
Tak hanya pengaruh dari budaya, pengaruh agama Buddha sekembalinya para cendekiawan yang diutus ke Tang menuju Jepang, gelombang Kentoshi yang pertama mendirikan sekte Buddha Tendai, dan yang terakhir mendirikan sekte Shingon dan kemudian menjadi salah satu cendekiawan paling terkemuka di Jepang. Masing-masing golongan kembali dan mendirikan sekte barunya di Jepang.
Keberhasilan misi Kentoshi ke Tang ini ditunjukkan oleh banyaknya pengetahuan yang mereka sebarkan ke Jepang. Akibatnya, Jepang memiliki setidaknya 1700 naskah dari Tang termasuk risalah Konfusianisme tentang pemerintahan dan harmoni sosial, serta karya sejarah, puisi, ramalan, dan pengobatan. Namun, penting untuk diingat bahwa Jepang tidak meminjam institusi atau praktik China tanpa pandang bulu; sebaliknya, mereka berusaha untuk mengasimilasi apa yang mereka anggap berguna ke dalam masyarakat mereka sendiri.
Dalam abad ke-7, cendekiawan yang diutus serta bangsawan Jepang mulai belajar bahasa Mandarin melalui membaca dan menulis, dengan tujuan berbisnis. Berujung kepada adaptasi karakter Tiongkok dikatakan menantang, tetapi hasilnya memungkinkan Jepang untuk membangun birokrasi pemerintahannya.
Selain itu, pengenalan bahasa Mandarin ke dalam bahasa Jepang memperluas akses bahasa Jepang ke teks pendidikan tentang berbagai mata pelajaran, seperti Sains, Agama, Seni, dan Filsafat. Akibatnya, ketika para utusan Jepang mulai menguasai bahasa Mandarin, mereka dapat melakukan perjalanan ke Tiongkok dan dengan demikian terus belajar tentang bahasa dan budayanya.
Misi ini berakhir seiring kemunduran Dinasti Tang pada abad ke-9 dengan satu misi saja. Sebenarnya terdapat dua misi yang ingin dilakukan oleh Jepang, tetapi terdapat pertentangan dari duta besar saat itu, Sugawara no Michizane, dikarenakan kondisi di Tang menjadi tidak stabil dan Jepang tidak lagi merasa perlu untuk mengimpor aspek budaya Tang atau melakukan diplomasi dengan tetangganya.
Akibat misi KentĹŤshi dianggap tidak perlu, pedagang swasta datang ke Jepang dalam jumlah yang semakin banyak dan membawa banyak barang yang diperoleh elite istana melalui misi ini.
Budaya Tiongkok dari Dinasti Tang yang telah melebur di Jepang ini kemudian dikembangkan hingga menuju puncak keemasannya pada zaman setelahnya, yaitu Zaman Heian lalu lama-kelamaan melekat kepada kemasyarakatan di Jepang sampai sekarang.
Kesimpulan
Pengaruh budaya Jepang timbul dari kemajuan militer, kebudayaan, perekonomian, serta keterbukaan Dinasti Tang dan Zaman Nara yang menginginkan kesuksesan tersebut diterapkan secara serupa di Jepang melalui misi diplomasinya yaitu Kentoshi dalam mempelajari budaya Tiongkok membawa perubahan yang signifikan pada kondisi Jepang dengan disebarluaskannya pemahaman birokrasi, agama, dan budaya Tiongkok yang diusung utusan Kentoshi sehingga Jepang berhasil serupa dengan Tiongkok saat itu.
Kemudian, pada Zaman Heian hal ini semakin dikembangkan hingga menuju puncak keemasannya dan melekat pada masyarakat Jepang sampai sekarang.