Bagi kebanyakan orang, kehidupan di Jepang (terutama di area Metropolitan Tokyo) semua terkesan get-go mengalir begitu cepat. Bergerak dalam satu irama yang kompak. Budaya sopan santun sangat dijunjung tinggi sekali.
Namun, kalian akan segera menepikan itu semua begitu menonton channel YouTube Konbini Confessions.
Konbini Confessions dibintangi oleh rapper keturunan Jepang-Amerika Serikat Miyachi dan difilmkan oleh Yuri Horie. Konten kanal ini lebih ditujukan ke "catatan harian jalanan kota Tokyo", begitu yang bisa dicuplik dari deskripsi sosial media Instagram mereka.
Apa saja yang ditayangkan? Acara ini mengarahkan fokus ke sisi lain kehidupan masyarakat Tokyo metropolitan, terlebih di area seperti Shibuya, Shinjuku, atau bahkan Roppongi. Pertanyaan yang dilontarkan Miyachi bersifat murni random semata.
Mulailah pertanyaan dari "What is the meaning of life?" (Apa arti sebuah kehidupan?), atau diskusi seputar "Pendapatmu tentang Olimpiade Jepang" atau bahkan "pilih mana antara Chu-Hi^ atau red wine?" hingga "lebih suka pergi ke FamilyMart atau Ministop?"
Narasumbernya unik: para penduduk lokal di malam hari. Terlebih di area seputaran konbini (semacam minimarket/toserba) yang menjadi pusat nongkrong paling nyaman karena fasilitasnya. Latar acara nggak melulu di area konbini. Sentral kegiatan lain semacam izakaya, maid cafe, area pedestrian hingga antrian kedai kebab tak luput dari sasaran.
Keunikan kedua adalah tak semua yang diwawancara Miyachi dalam kondisi masih sadar penuh. Beberapa "narasumber" tentu sudah dalam pengaruh alkohol. Mayoritasnya tentu mereka para salaryman yang telat pulang ke rumah ketinggalan kereta terakhir atau sepulang dari izakaya.
Dalam episode tertentu ada yang kebetulan memang sedang ikut meramaikan acara seperti Halloween di Shibuya. Bahkan hingga anak muda yang hanya sekedar ngumpul nongkrong semata atau berdua dengan pasangan, baik itu juga dalam kondisi mabuk atau tidak.
Kenapa Pemabuk?
Efek samping meminum alkohol adalah kemampuan koordinasi fisik dan saraf yang menurun. Kondisi terberatnya adalah gangguan keseimbangan badan. Tentu saja, ini adalah akibat dari kadar alkohol yang cukup tinggi dalam darah.
Kaitannya dalam pemabuk diwawancarai Miyachi? Simpel saja. Dalam kondisi pengaruh minuman beralkohol, jawaban atau racauan yang terlontarkan tentu sudah jauh berbeda karena tidak terkontrol dan tidak terkoordinasi dengan baik. Jawaban unik ini yang menimbulkan suasana berbeda dalam Konbini Confessions.
Keberadaan Konbini Confessions serasa mematahkan pendapat masyarakat internasional bahwa Jepang terkenal akan sopan santun dan tertata rapi. Dibalik semua stereotip itu, nyatanya masyarakat Jepang tidaklah jauh berbeda dari kebanyakan. Hanya saja, terbungkus cukup rapi dan hanya bisa ditemui di waktu tertentu.
Sekilas Budaya Alkoholisme di Jepang
Menurut hasil survei* Kementerian Kesehatan Jepang di 2013 terhadap konsumsi alkohol terdapat temuan tren kecenderungan kenaikan yang cukup signifikan, hingga 59%. Namun, menurut laporan WHO tentang alkohol dan kesehatan di 2018, sebetulnya peringkat Jepang cukup rendah (119 dari 189). Terlihat cukup berlawanan, tentu.
Sayangnya, WHO menentukan catatan yang berbeda dimana menurut mereka nilai kandungan satu unit alkohol yang ditentukan setara 10 gram alkohol murni. Ini berbeda jauh dengan Jepang yang nilainya dua kali lipat sekitar 20 gram.
Ditambah lagi dengan kemudahan akses masyarakat Jepang untuk membeli minuman beralkohol di konbini dalam kemasan kaleng mempercepat peningkatan konsumsi alkohol di Jepang. Chu-Hi adalah salah satu jenis minuman ringan beralkohol yang dengan mudahnya bisa dijumpai di konbini.
Kemudian disusul dengan banyaknya izakaya menyajikan minuman beralkohol sebagai pilihan pendamping menu makanan turut menyumbang jumlah peminum aktif di Jepang. Terlebih kehadiran mesin penjual minum otomatis khusus minuman beralkohol yang ada di pusat keramaian juga menjadi sarana lain para salaryman melepas penat seusai kerja.
Budaya lainnya seperti minum alkohol setelah pulang kerja terjadi sebagai sarana mempererat komunikasi dan hubungan (terlebih sesama pekerja) di Jepang. Budaya ini juga dikenal sebagai nominication (ι£²γΏγγ±γΌγ·γ§γ³) berasal dari paduan bahasa Jepang nomi (minum) dan bahasa Inggris communication.
Tujuan utamanya? Sebagian besar untuk memungkinkan masyarakat mengekspresikan emosi dan opini lebih bebas dan terbuka. Tak hanya itu, dengan minum dan berkumpul bersama kolega, komunikasi dan hubungan yang terjalin akan semakin erat berkat nominication ini tadi.
Nominication ini bersifat hampir wajib, di beberapa lingkup sosial perusahaan tertentu. Kalau hanya menolak sekali atau dua kali mungkin masih bisa ditolerir. Namun, apabila terjadi dalam waktu berturut-turut dianggap sebagai tindakan tidak sopan. Bahkan, kemungkinan terburuknya reputasi sebagai karyawan akan terpengaruh secara tidak langsung.
Selain "Konten Pengakuan"?
Tentu saja terasa membosankan jika hanya berisi wawancara "pengakuan" dari warga metropolitan Jepang. Dalam episode tertentu, ada beberapa petunjuk atau bahkan promosi mengenai karya musik dari Miyachi.
Konsep seperti ini menjadikan Konbini Confessions sebagai wadah promo bagi Miyachi untuk memperkenalkan karya musiknya kepada penonton. Targetnya tak hanya penonton dari Jepang, namun juga secara global berkat unggahannya di YouTube atau sosial media lain yang dimiliki seperti TikTok atau Instagram.
Sebut saja ke-erat-an munculnya minuman Chu-Hi dalam setiap episode Konbini Confessions. Itu adalah petunjuk akan salah satu karya musik Miyachi, yang berjudul "Chu-Hi" juga.
Di setiap awal episode Konbini Confessions dimulai, mayoritas selalu dimulai di depan FamilyMart. Plot latar itu ada keterkaitannya juga dengan salah satu proyek musik kolaborasi Miyachi dengan Matt Cab di awal Januari 2021 lalu.
Semua berawal dari keisengan remix jingle Famima (sebutan lain FamilyMart) ditambah rekam suara beberapa item belanjaan secara ASMR yang viral di akun TikTok dan YouTube Matt Cab. Atas permintaan para netizen Jepang, maka terciptalah lagu kolaborasi mereka berjudul "Famima Rap".
Dalam beberapa kesempatan di salah satu episode Konbini Confessions, mereka yang diwawancarai ada yang tahu kalau pewawancaranya adalah Miyachi. Tak heran jika ada yang reflek berucap θ±θͺγγγγΎγγ (eigo wakarimasen).
Miyachi terkenal berkat debut albumnya di tahun 2019 yang berjudul WAKARIMASEN dengan judul lagu yang sama. Lagunya merepresentasikan tentang rasisme dan kesulitan para imigran serta pandangan negatif penduduk lokal terhadap mereka (terutama dari benua Asia) terlepas meski mereka pun lahir di Amerika.
Pada episode ke-6 Konbini Confessions, Miyachi berkolaborasi dengan Shohei Yokota (SHO STIME), salah satu rapper Jepang. Dalam awal video ada referensi salah satu musiknya berjudul θ¬η©γ―γγγ (Yakubutsu wa Yamero) yang dirilis tahun 2014 silam.
Shohei Yokota pun dalam episode ini lebih banyak tampil bergantian dengan Miyachi untuk mewawancarai pengunjung lokal sekitar Shibuya. Tak hanya pengunjung, bahkan polisi yang sedang bertugas sekalipun tak luput dari cecar pertanyaan Sho.
Hanya Tayang Satu Musim Saja?
Konbini Confessions berjalan hingga 9 episode, dan tidak ada tayangan lagi setelah 16 Desember 2021 lalu. Upload terakhir hanyalah kompilasi pilihan terunik dari 9 episode sebelumnya.
Kabar baiknya, Konbini Confessions akan dilanjutkan di tahun 2022 ini berdasarkan info melalui akun Twitternya @konbinitweets.
"Konbini Confessions season 1 telah usai. Terimakasih telah menonton. Sampai jumpa di tahun 2022"
@konbinitweets
Penutup
Kemunculan Konbini Confessions cukuplah mengejutkan sekaligus memberikan kesan unik. Berkat Konbini Confessions pula, secara tidak langsung saya mendapatkan pandangan yang berbeda mengenai kehidupan masyarakat di metropolitan Jepang. Terhibur? Ya. Informatif? Tentu, apabila memang mau dikaji lebih dalam melalui segi budaya alkoholismenya.
Terlepas dari itu semua, saya berharap Konbini Confessions akan menjadi favorit terbaru teman-teman juga dalam menikmati hiburan jejepangan berikutnya.
Tentu saja, minumlah sewajarnya. Jangan terlalu banyak minum alkohol.
^Chu-Hi: ShΕchΕ« Highball, sejenis minuman keras yang berasal dari ekstraksi bahan seperti bijian, terutama barley dicampur dengan perasa lain seperti lemon dan air berkarbonasi. Dalam beberapa proses modern, bijian barley digantikan dengan vodka.
*Osaki, Yoneatsu, et. al., Prevalence and Trends in Alcohol Dependence and Alcohol Use Disorders in Japanese Adults; Results from Periodical Nationwide Surveys, Alcohol and Alcoholism, Volume 51, Issue 4, Juli/Agustus 2016, Halaman 465β473.