Menyewa pacar. Ada yang salah dari frasa singkat ini: menyewa. Ada transaksi di sana, sedangkan pada umumnya, normalnya, teman jalan lahir dari persamaan hobi, atau dari kecocokan jalan pikiran, atau dari rasa aman dan nyaman yang muncul dari interaksi antara dua orang.
Oke, tapi anda mungkin sudah melihat banyak orang yang melihat rent-a-girlfriend ini dari sisi etika, moralitas, 'adab ketimuran', dan lain sebagainya. Isu ini juga sudah mulai menurun ramainya di linimasa media sosial, oleh karena itu muncullah artikel ini: untuk mengingatkan masalah-masalah yang berkaitan dengan jasa ini belum selesai dan masih terus harus dituntut untuk diselesaikan.
Masalah apa? Singkatnya, artikel ini akan membahas relasi antara pengguna jasa, pemberi jasa, dan pihak yang mempekerjakan pemberi jasa. Karena ada transaksi yang berlangsung di sini, oleh karena itu banyak faktor yang berlaku juga di hubungan industrial lain turut bisa diterapkan di sini. Dengan kata lain, saya akan menjelaskan secara singkat bagaimana sistem dan kerangka sosial kita membuat model bisnis seperti ini serampangan dan tidak bertanggungjawab.
Namun, sekali lagi, saya ingin menekankan bahwa artikel ini hampir tidak akan mengeluarkan argumen 'etika berpasangan' ataupun 'isu kesepian'. Menurut saya, meskipun ada sedikit kebenaran di dalamnya, opini-opini moral ini menjauhkan kita dari bahaya yang lebih dekat dengan pihak-pihak yang ada langsung dalam bisnis ini: bahaya para lelaki biadab.
Masalah Utama Bisnis Sewa Pacar adalah Lelakinya
Kazuya, orang yang menyewa Chizuru untuk menjadi pacarnya dalam serial Kanojo, Okarishimasu! yang memperkenalkan model bisnis ini ke otaku-otaku Indonesia, melakukannya karena ia adalah lelaki brengsek yang ingin punya pacar tapi tidak ingin usaha, karena ia kesepian tapi tidak mau berbicara dengan perempuan, karena ia merasa hidup tidak adil karena tidak memberinya cewek pendamping. Jadi, ia memilih jalan pintas, jalan uang.
Dari sini, kita dapat melihat gambaran awal sasaran pasar dari bisnis rental pacar ini. Tetapi tentu saja, saya tidak mengatakan bahwa semua pembeli yang telah dan akan bertransaksi sama seperti Kazuya. Mereka juga bisa menjelma sebagai lelaki yang ringan tangan, memaksa servis seksual, atau kasar secara fisik maupun psikologis. Poin ini perlu dijabarkan lebih lanjut sedikit sebelum kita sampai pada kesimpulan.
Pertama, lelaki penyewa bisa ringan tangan. Karena merasa sudah membayar, mereka kemudian merasa segala keinginannya harus dipenuhi, bahkan jika secara eksplisit berada di luar jasa servis ataupun hal-hal yang membuat pekerja tidak nyaman.
Kedua, klien bisa memaksa meminta servis seksual. Meskipun secara eksplisit hal ini tidak boleh dilakukan dan testimoni berkata bahwa jasa ini hanyalah 'just-for-fun', ini tidak menutup kemudian di kemudian hari ada klien-klien yang meminta lebih.
Ketiga, seperti apa yang terjadi dengan Chizuru, pekerja bisa diteror di kemudian hari oleh klien-klien yang lupa atau memaksa lupa bahwa pacar rentalannya hanyalah pacar sehari saja, yang bahkan teman saja belum.
Keempat, klien membawa kabur atau membawa pekerja ke tempat-tempat tertutup yang tidak terjangkau publik.
Kelima, klien bisa melakukan pelecehan sampai kekerasan seksual.
Lima hal ini adalah apa yang saya pikirkan sebagai tipe-tipe klien yang bisa 'muncul' dalam jenis bisnis ini. Tentu saja kemungkinan-kemungkinan lain dapat ditemukan di kemudian hari, tapi saya harap tidak, saya harap bisnis ini tutup sebelum hal-hal tersebut terjadi.
Maju ke aspek berikutnya, dengan banyaknya lelaki berkelakuan buruk yang berkeliaran di antara kita, di mana tanggungjawab agensi sebagai penyedia jasa? Kalau ada celaka yang menimpa para talent, para pekerja, dari yang paling ringan seperti penghinaan sampai yang paling gawat seperti kekerasan seksual, apa yang mau dilakukan agensi? Mungkin pertanyaan ini salah: apa yang bisa dilakukan oleh agensi?
Mari jujur saja. Kita tidak mungkin melapor polisi untuk hal-hal seperti ini, dan kurang berguna juga mem-'viral'-kan kasusnya, karena yang akan jadi perhatian publik adalah: "kok ada rental pacaran?" Jadi, untuk urusan begini, safety net hanya berada di tangan agensi. Pertanyaannya, memangnya apa yang bisa dilakukan oleh mereka? Jelas tidak mungkin tracking on-time keberadaan talent-nya masing-masing. Tidak mungkin juga sekadar memasang peraturan (ini akan dijelaskan lebih lanjut di bagian setelah ini) dan berharap bahwa semua orang akan patuh dengan peraturan tersebut, tanpa adanya mekanisme konkrit untuk penerapan dan hukuman.
Saya langsung saja ke contoh. Ada yang memesan jasa rental pacar, lalu kemudian tangannya bergerak secara tidak senonoh ke talent. Lalu kemudian klien memaksa talent untuk memberinya servis seksual. Pekerja tidak mau, lalu klien kemudian melakukan kekerasan, menghina dan merendahkan sekaligus memukul pekerja. Pekerja pulang. Apa yang mau dan bisa dilakukan agensi?
Apakah mereka yang menyediakan jasa ini telah berpikir sampai ke tingkat ini? Skenario ini tidak berlebihan, berhubung sangat banyak lelaki predator di sekitar kita. Kasus-kasus yang saya sebutkan diatas sering terjadi bahkan pada perempuan pada umumnya, apalagi yang diberikan waktu dan tempat bersama seorang lelaki yang tidak ia kenal untuk memberikan afeksi dalam jangka waktu tertentu.
Bagi saya, selama para agensi tidak mau tahu atau bahkan tidak tahu tentang kemungkinan seperti ini, maka mereka merupakan orang-orang tidak bertanggungjawab yang membahayakan nyawa orang lain.
Celaka Menimpa Perempuan yang Menolak Ajakan Laki-laki
Jadi, untuk kasus di atas, kenapa para pekerja kemudian tidak sekadar menolak permintaan klien saja?
Sebab celaka menimpa perempuan yang menolak ajakan laki-laki. Sudah banyak tulisan, testimoni, dan opini yang menceritakan bahwa para perempuan yang tidak berkata tidak melakukannya untuk menyelamatkan diri, agar tidak ada hal-hal buruk yang terjadi kemudian. Suatu penelitian bahkan telah disusun yang membuktikan bahwa menolak dorongan lelaki tidak segampang yang dikira, dan penuh dengan bahaya.
Saya menambah bagian ini untuk menjelaskan secara singkat bahwa jangan sampai kemudian beban melindungi diri kita alihkan ke para pekerja yang menemani lelaki otaku Indonesia kesepian. Kalau menurut standar moral anda mereka ini orang-orang bobrok yang menjual afeksi demi mendapatkan uang, saya tidak melarang anda untuk berpikiran demikian, meskipun saya tidak setuju.
Tetapi lebih sulit bagi anda untuk berargumentasi bahwa pola pikir seperti ini relevan jika dihadapkan dengan ancaman riil yang dihadapi perempuan-perempuan ini. Apalagi, ditambah banyaknya kasus orang-orang di kancah lokal kita yang mencabuli dan melecehkan perempuan-perempuan di sekitarnya, hanya membutuhkan satu kejadian orang biadab yang memesan jasa rental pacaran bagi kita untuk mengarah ke bencana.
Akhir kata, karena pamor topik ini mulai menurun, saya ingin mengajak kita mengarahkan tangan ke para agensi yang sampai sekarang masih beroperasi: apakah mereka akan bertanggungjawab? Bagaimana mekanisme mereka untuk melindungi talentanya? Apa yang akan mereka lakukan jika ada klien yang melebihi batas?
Jika agensi ini tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dengan konkrit, maka menurut saya penyelesaiannya sederhana: bubarkan saja! Hapus segera bisnis ini, sebelum ada perempuan di lingkaran komunitas otaku kita yang menjadi korban atas aksi-aksi yang tidak diinginkan! Kita tidak perlu menambah pekerjaan rumah baru dalam komunitas kita yang masih amat bermasalah ini.