Ya, kata-kata di atas bukanlah fenomena yang jarang terjadi. Lihatlah bagaimana berbagai anime dan game menyertakan karakter trap – laki-laki yang menyerupai perempuan – dalam kontennya.
Lihat juga bagaimana anime dengan karakter cewek moe, atau yang bertema moefikasi, punya basis penggemar yang signifikan. Atau yang terbaru, kepopuleran aplikasi Snapchat dan FaceApp yang dapat mengubah foto laki-laki menjadi perempuan dengan instan.
Ini adalah impian bagi sebagian wibu. Merasakan bagaimana nikmatnya menjadi wanita, atau setidaknya penasaran bagaimana rupanya dalam kelamin yang berbeda. Mereka menjadikan anime-anime bernuansa moe sebagai panutannya, karena hal tersebut imut dan menggemaskan.
Mereka melihat bagaimana banyak perempuan terkenal dengan mudahnya karena modal tampang, padahal di baliknya tak seserdehana itu.
Banyak perempuan sudah mengingatkan, menjadi cewek itu tidak mudah. Menstruasi, kehamilan, belum lagi terkekang oleh budaya-budaya patriarki. Mereka tidak peduli dengan semua itu. Mereka tidak sampai ingin ganti kelamin, hanya ingin berfantasi saja.
Melihat fenomena ini tentu tak lengkap jika tak mencari asal mula dari semua ini. Kenapa kaum wibu lelaki ingin menjadi perempuan moe?
Konten 'Feminim' yang Disukai Wibu Lelaki
Dulu, kita menonton anime sesuai gender. Laki-laki menonton anime action dan olahraga, sedangkan perempuan menonton genre romansa dan magical girl. Lelaki yang menyukai segmen Zomoroda di Spacetoon, direndahkan dan dianggap feminim di masa itu.
Sekarang, preferensi tayangan yang ditonton berputar 180 derajat. Lelaki cenderung mencari anime yang memuat banyak cewek imut nan cantik, sedangkan perempuan lebih menyukai anime dengan banyak lelaki tampan dan "roti sobek". Entah karena zaman sudah berubah, anak-anak menjadi semakin dewasa, atau keduanya, perubahan ini terasa dampaknya.
Seperti yang pernah diungkapkan dalam artikel R. Ahmad Yusuf mengenai waifu, karakter anime adalah perwujudan fantasimu yang tertahan di dunia nyata. Benar saja, para wibu pencari pelarian ini mengambil karakter pilihan mereka untuk dijadikan waifu, membayangkan ia bersama dengan waifu idaman tersebut.
Akan tetapi, bagi sebagian orang, fantasi tersebut tidaklah cukup. Mereka kemudian mewujudkan fantasi mereka yang tak tertahan dalam wujud lain. Ada yang mengidolakan cosplayer, ada juga yang memuaskan hasrat berahinya melalui hiburan yang tidak senonoh. Sebagian lagi melangkah lebih jauh: berandai menjadi karakter anime moe.
Ya, gerakan menjadi karakter moe juga turut dipengaruhi pasar. Banyaknya anime dan gim bermuatan cute girls doing cute things, gim moefikasi (contohnya Azur Lane, Fate/Grand Order, dsb), tidak lupa dengan tambahan karakter trap yang membuat anime/gim tersebut menjadi lebih menarik.
"Cewek Gampang Terkenal karena Modal Tampang!"
Kata-kata di atas adalah hal yang sering didengar, tak hanya di perwibuan saja. Contoh-contohnya sudah banyak. Pedagang cantik yang dagangannya viral dan laris, artis TikTok yang cantik nan imut, cewek gamer yang tiap kali mabar selalu ramai, hingga cosplayer-cosplayer yang menyejukkan mata.
Terlepas dari sulitnya menjadi perempuan yang cantik dan terkenal, para lelaki ini tak peduli. Mereka tak puas dengan keadaan mereka: tidak terlahir cantik/tampan, tidak terlahir kaya, dan tidak terkenal.
Sulit mencapai level sama seperti orang-orang itu, mereka menyalahkan keadaan. Mereka membentuk narasi bahwa "wanita-wanita ini sudah terlahir cantik, kaya, dan berbakat" – tentu dilandasi rasa iri hati.
Seiring waktu berjalan, sebagian dari mereka sudah lelah menyalahkan keadaan. Mereka sadar bahwa mereka tak akan bisa menjadi seperti orang-orang yang cantik dan terkenal ini.
Mereka pun mulai berandai jika ia bisa menjadi seperti orang-orang ini: wanita cantik nan terkenal. Anime dan gim bertema moefikasi, gender bender, dan trap memberikan harapan bahwa hal tersebut mungkin saja terjadi.
Rasa Penasaran, Kasih Sayang, dan Hasrat Berahi
Ada beberapa teman saya yang mempertanyakan hal serupa. Berbagai jawaban mengemuka, salah satunya adalah "hanya karena penasaran". Memang, ada beberapa orang yang sekadar ikut tren, atau ingin tahu seperti apa rupanya dalam kelamin yang berbeda. Padahal, ada banyak faktor yang menyebabkan tren ini terjadi berulang kali, dan semuanya saling berkaitan.
Beberapa waktu lalu, kami melakukan survei pada 430 wibu di ranah maya. Tujuannya, untuk meneliti dampak psikologi dari tontonan anime. Kebetulan, hasil survei tersebut juga turut berkaitan dengan topik yang diangkat dalam artikel ini.
Wibu lelaki, sama seperti manusia pada umumnya, butuh kasih sayang, terutama dari lawan jenis. Kasih sayang tersebut awalnya datang paling pertama dari orang tua sendiri, kemudian saudara terdekatnya.
Sayangnya, tidak semua orang dapat menerima afeksi ini. Ada sebagian dari mereka yang hidup tanpa kasih sayang ibu, atau hidup dengan orang tua yang tidak mengerti perasaan mereka sepenuhnya. Mau mencari perempuan lain, tidak ada yang mau dengannya. Meminang waifu di anime, rasanya juga kurang puas.
Jadilah mereka berandai-andai untuk menciptakan sesuatu yang dapat dicinta, yaitu dirinya sendiri. Lebih tepatnya, dirinya versi perempuan.
Alasan lain yang juga populer, hasrat berahi. Terpengaruh dari komik-komik yang mereka baca, para wibu lelaki ini ingin merasakan bagaimana dirinya di tubuh yang berbeda, sesuatu yang mereka tak bisa dapatkan di dunia nyata.
Menjadi Sesuatu yang Tak Mungkin
Wibu lelaki memiliki hasrat: ingin menjadi perempuan. Namun, ia juga tahu risikonya jika ia sampai benar-benar melakukan itu. Hidup mereka akan berubah total: dari perubahan fisik, kebiasaan, romansa, karir, hingga masyarakat yang belum tentu menerima identitas barunya.
Mereka tentu tak ingin semua itu, sehingga keinginan tersebut hanya bertahan sebatas angan-angan.
Untuk membuktikan hal itu, mari kita membahas lagu yang turut populer di masa-masa 'menjadi moe' ini: I Wanna Be A Girl (女の子になりたい) karya utaite Mafumafu.
Sebagai lelaki dengan range vokal yang tinggi, Mafumafu merasakan betapa ia kehilangan arah dalam hidupnya. Hal ini tertulis dari penggalan liriknya: "Before I waste today hiding in the corner, and before I lose sense of what is myself." Ia sadar betul akan konsekuensi yang ada ("I might tremble from fear"), tetapi ia tetap ingin merasakan indahnya menjadi cewek moe, meskipun hanya sebentar saja ("Even for a moment in my dreams").
Apapun alasan kalian, baik karena iri hati, hasrat berahi, haus kasih sayang, atau karena penasaran saja, semuanya mengarah ke satu tujuan: menjadi sesuatu yang baru, sesuatu yang tak mungkin terjadi.
Tak masalah jika fisik ini tetap lelaki. Mereka hanya ingin merasakan dicintai, meskipun oleh dirinya sendiri. Nikmatilah masa-masa itu, tentunya tetap memperhatikan batas-batas yang ada.