Diawali dengan Cerita Tessa dan Maya Putri di paruh awal 2018, pasar virtual Youtuber lokal menjadi semakin ramai dengan adanya pendatang baru yang patut diperhitungkan, seperti Clarra Charlone, Evelyn, dan Ipochan. Tidak berhenti sampai di sana, Vtuber lokal semakin menjamur di tahun 2019, karena alat pembuatannya yang kian mudah dan murah.
Di tengah pasar yang sudah ramai ini, muncullah pendatang baru dari seberang lautan. Ia adalah Nijisanji dan Hololive, keduanya berasal dari Jepang. Basis penggemar jejepangan yang militan dan minat akan Vtuber yang tinggi menjadi alasan kenapa kedua korporat ini mengincar pasar Indonesia.
Melihat hype Vtuber yang kembali meninggi setelah kedatangan mereka, tentu ada pertanyaan besar di balik ini semua. Bagaimana nasib Vtuber lokal yang telah hadir lebih dulu? Apa yang harus mereka lakukan agar tetap relevan dan dicintai penggemarnya? Inilah yang akan Risa Media bahas di artikel ini.
Vtuber itu Soal Komitmen
Kini, menciptakan karakter Vtuber sudah semakin mudah. Tak perlu lagi menguasai teknik animasi dan lain sebagainya, cukup memakai software VRoid Studio sudah bisa bikin Vtuber. Bikinnya gampang sih, tapi ada efek sampingnya. Desain karakternya bakal generik banget dan mirip-mirip dengan karakter yang dibuat di software yang sama.
Sayangnya, banyak dari Vtuber baru ini berumur pendek. Mereka hanya sekali dua kali membuat konten video, kemudian menghilang. Tak jarang mereka mengganti desain karakternya secara drastis, sampai tak bisa dikenali satu desain dengan yang lainnya.
Ada banyak alasan kenapa banyak Vtuber baru ini hanya muncul sesaat dan menghilang. Mereka hanya mengikuti tren tanpa berpikir panjang akan pengembangan karakter yang mereka buat. Ketika kanal mereka sudah mulai sepi, dan mereka tak tahu harus membuat konten apa lagi, mereka akan mencari hobi baru dan meninggalkan Vtuber buatannya. Toh, gak bisa jadi duit juga.
Meskipun demikian, tak sedikit juga Vtuber lokal yang masih bertahan, beberapa sudah disebut di awal artikel. Rahasianya? Komitmen. Mereka tetap melanjutkan Vtuber tersebut karena mereka suka, dan mereka tahu harus membuat jenis konten yang tepat sesuai karakternya. Inilah cara mereka berekspresi.
Kenapa Nijisanji dan Hololive Diminati?
Kita sudah tahu alasan kenapa kedua perusahaan di atas mengincar pasar Indonesia. Satu fakta yang tak bisa diubah, kedatangan pembesar Vtuber ini menarik minat wibu Indonesia untuk berinteraksi dan menjadi penggemar mereka.
Ya, Nijisanji dan Hololive bukan anak kemarin sore. Kedua perusahaan ini telah melahirkan puluhan Vtuber yang menarik banyak penggemar bersamanya. Kualitas grafik, suara, dan konten mereka tak perlu diragukan. Berkat dukungan modal yang besar, mereka dapat memperluas pasarnya ke banyak negara dengan mudah.
Ada satu lagi hal yang membuat kedua produk mereka menjadi komoditas yang menarik. Mereka datang dari Jepang, pusatnya Vtuber (dengan campur tangan anak bangsa juga tentunya). Sesuatu yang datang langsung dari tempat aslinya, terlebih didukung dengan kualitas yang mumpuni, tentunya banyak diminati.
Contoh mudahnya, lihat saja bagaimana Hana Macchia (baju merah) dari Nijisanji ID, sanggup menyalip Clarra Charlone dalam waktu singkat menjadi Vtuber dengan jumlah subscriber terbanyak kedua di Indonesia, setelah Maya Putri tentunya.
Ada Pendatang Baru, Tak Usah Jadi Lawan
Kedatangan Vtuber dari Jepang yang lebih mumpuni ini menimbulkan kekhawatiran di komunitas Vtuber indie. Mereka takut Vtuber lokal, khususnya yang indie, tak lagi diminati. Ketenaran dan budget mereka tentunya tak sebanding dengan Vtuber korporat yang hendak merambah pasar lokal ini.
Nyatanya, kedatangan Nijisanji dan Hololive – dan mungkin perusahaan Vtuber lainnya, sebenarnya tak perlu dianggap ancaman. Virtual Youtuber, baik yang korporat maupun yang indie, masih bisa hidup berdampingan, kok. Contohnya? Lihat saja video kolaborasi Evelyn dan Nijisanji ID ini.
Bagaimanapun juga, ada satu hal yang wajib dimiliki oleh Vtuber, maupun produk industri kreatif lainnya: ciri khas produk itu sendiri. Ciri khas ini tidak dapat dipaksakan, sebanyak apapun biaya yang digelontorkan. Seorang Tessa bermain game, tentu tidak seseru ketika Clarra yang memainkannya. Begitu pula Clarra, keramahannya sulit menyaingi Evelyn yang memang supel.
Semua Vtuber lokal yang masih bertahan hingga saat ini sudah memiliki pasar dan ciri khasnya sendiri. Inilah yang membuatnya lebih pede saat ia harus berhadapan dengan yang besar sekalipun. Sesuatu yang luput di pikiran mereka yang hanya menumpang tren Vtuber saja.
Last but not least, kolaborasi. Adanya kolaborasi membuat persaingan jadi terasa lebih menyenangkan. Vtuber lokal indie sudah melakukan hal ini melalui Vtuberflower +62. Sekarang, ada kolaborasi Evelyn yang indie dengan Nijisanji yang korporat. Rangkullah mereka dalam kolaborasi, bukan menjadikan mereka sebagai ancaman.
Tren Vtuber Secara Keseluruhan
Dalam waktu setahun terakhir ini, telah terjadi pergeseran tren dalam ranah Virtual Youtuber itu sendiri. Alih-alih membuat konten dan mengunggahnya, Vtuber sekarang lebih memilih untuk melakukan siaran langsung. Karena pergeseran tren ini, lahirlah istilah baru yang disebut Virtual Liver (VLiver).
Sejumlah Vtuber, baik yang luar maupun lokal, indie maupun korporat, semakin sering mengadakan live streaming. Selain beradaptasi dengan pasar, siaran langsung ini bertujuan agar lebih dapat menyapa penggemarnya. Internet yang semakin cepat dan murah tentu menjadi pemicu tren VLiver ini dapat terlaksana.
Satu pertanyaan yang masih belum terjawab adalah masa depan Vtuber itu sendiri. Sebagian mengatakan bahwa Vtuber ini hanyalah tren sesaat. Sebagian berpendapat Vtuber adalah percabangan dari animasi. Sebagian lagi percaya bahwa Vtuber adalah gerbang masa depan, di mana teknologi Virtual Reality dan Augmented Reality akan menjadi semakin lazim di masa yang akan datang.
Entah pendapat mana yang benar nantinya, mari kita isi waktu yang berharga ini dengan sesuatu yang lebih berguna. Menurut kalian, siapa ya Vtuber yang paling cantik?